Transmigrasi
6 Nov 2015
0
komentar
Transmigrasi (dari bahasa Belanda:
transmigratie) adalah suatu program yang dibuat oleh pemerintah Indonesia untuk memindahkan penduduk dari
suatu daerah yang padat penduduk (kota) ke daerah lain (desa) di dalam wilayah
Indonesia. Penduduk yang melakukan transmigrasi disebut transmigran.
Tujuan
resmi program ini adalah untuk mengurangi kemiskinan dan kepadatan penduduk di
pulau Jawa [1], memberikan
kesempatan bagi orang yang mau bekerja, dan memenuhi kebutuhan tenaga kerja
untuk mengolah sumber daya di pulau-pulau lain seperti Papua, Kalimantan, Sumatra, dan Sulawesi.
Seiring
dengan perubahan lingkungan strategis di Indonesia, transmigrasi dilaksanakan
dengan paradigma baru sebagai berikut:
- Mendukung
ketahanan pangan dan penyediaan papan
- Mendukung
kebijakan energi alternatif (bio-fuel)
- Mendukung
pemerataan investasi ke seluruh wilayah Indonesia
- Mendukung
ketahanan nasional pulau terluar dan wilayah perbatasan
- Menyumbang
bagi penyelesaian masalah pengangguran dan kemiskinan
Transmigrasi tidak lagi merupakan program
pemindahan penduduk, melainkan upaya untuk pengembangan wilayah. Metodenya
tidak lagi bersifat sentralistik dan top down dari Jakarta, melainkan
berdasarkan Kerjasama Antar Daerah pengirim transmigran dengan daerah tujuan
transmigrasi. Penduduk setempat semakin diberi kesempatan besar untuk menjadi
transmigran penduduk setempat (TPS), proporsinya hingga mencapai 50:50 dengan
transmigran Penduduk Asal (TPA).
Transmigrasi merupakan program pemerintah yang
berupaya melakukan pemerataan penduduk dengan cara memindahkan penduduk di
daerah-daerah padat ke daerah-daerah yang jarang penduduknya. Penduduk yang
sering menjadi sasaran transmigrasi adalah yang bermukim di pulau Jawa
dipindahkan ke daerah tujuan transmigrasi seperti Kalimantan, Sumatera dan
Sulawesi.
Sejumlah
pihak mendorong agar program transmigrasi ditangani khusus oleh satu
kementerian tersendiri di pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Prorgam
transmigrasi dinilai efektif dan strategis untuk menjawab persoalan bangsa,
seperti kemiskinan, ketahanan pangan, pemerataan pembangunan wilayah,
pengangguran, dan pertahanan.
“Transmigrasi itu program strategis untuk menjawab persoalan bangsa. Untuk itu perlu ditangani secara serius,” kata Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (Opsi), Timboel Siregar,
“Transmigrasi itu program strategis untuk menjawab persoalan bangsa. Untuk itu perlu ditangani secara serius,” kata Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (Opsi), Timboel Siregar,
Ia
mengusulkan agar urusan transmigrasi dapat ditangani oleh kementerian
tersendiri. Pemisahan transmigrasi dari urusan ketenagakerjaan, kata Timboel,
sangat mendesak. Terlebih kondisi geografis Indonesia yang sangat luas membuat
tantangan dan persoalan bangsa kian kompleks. “Misalkan saja, maraknya ancaman
klaim negara lain atas pulau-pulau yang tidak berpenghuni di Indonesia,” ungkap
Timboel.
Tidak hanya itu, sekalipun berpenghuni, masyarakat yang tinggal di daerah pulau terdepan dan perbatasan di Indonesia pun masih hidup di bawah garis kemiskinan. “Itu kenapa program transmigrasi perlu mendapat perhatian serius pada pemerintahan Jokowi-JK,” tegas Timboel.
Usulan senada disampaikan Dirjen Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi (P2MKT Kemenakertrans), Roosari Tyas Wardani. Ia berharap urusan transmigrasi mendapat dukungan pemerintah agar menjadi institusi atau lembaga tersendiri. “Entah apa namanya, yang terpenting transmigrasi yang lembaga tersendiri yang tangguh,”
Tidak hanya itu, sekalipun berpenghuni, masyarakat yang tinggal di daerah pulau terdepan dan perbatasan di Indonesia pun masih hidup di bawah garis kemiskinan. “Itu kenapa program transmigrasi perlu mendapat perhatian serius pada pemerintahan Jokowi-JK,” tegas Timboel.
Usulan senada disampaikan Dirjen Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi (P2MKT Kemenakertrans), Roosari Tyas Wardani. Ia berharap urusan transmigrasi mendapat dukungan pemerintah agar menjadi institusi atau lembaga tersendiri. “Entah apa namanya, yang terpenting transmigrasi yang lembaga tersendiri yang tangguh,”
engatakan
manfaat program transmigrasi sangat nyata, seperti sabuk pengaman NKRI, juga
menghasilkan bahan pangan. “Oleh karena itu, perlu menjadi kementerian
tersendiri, pisah dari ketenagakerjaan,”
Sementara
itu, Sekretaris Badan Zakat Nasional (Baznas), Fuad Nashar, mengatakan Indonesia
perlu mengembangkan sistem dan cara-cara baru dalam menghimpun dana masyarakat
untuk mendukung program kesejahteraan sosial. Cara baru itu diperlukan karena
keterbatasan sumber pendanaan dari APBN. Salah satunya lewat zakat. Sayang,
potensi penggalangan dana lewat zakat tak tergarap maksimal.
“Sebetulnya mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah umat Islam, sistem dan cara yang dianggap baru itu sudah lama dikenal dalam kehidupan masyarakat kita, yaitu zakat, infak, sedekah, wakaf, dan sebagainya,
“Sebetulnya mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah umat Islam, sistem dan cara yang dianggap baru itu sudah lama dikenal dalam kehidupan masyarakat kita, yaitu zakat, infak, sedekah, wakaf, dan sebagainya,
CONTOH KASUS
Efektivitas program transmigrasi untuk penanganan
pengungsi konflik Poso
Kerusuhan sosial yang
telah melanda Kabupaten Poso dalam empat kali kerusuhan ini telah menimbulkan
jumlah pengungsi sebanyak 19.507 KK (78.030 jiwa) dan rusaknya rumah sebanyak
8.030 unit rumah. Pemerintah melalui Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat
(Menko KESRA) telah menyusun Kebijakan Penanganan Pengungsi yang salah satunya
adalah Penanganan Pola II yaitu program pemberdayaan terhadap para pengungsi
yang leading sektornya adalah Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta
dibantu oleh Pemerintah Daerah/Satkorlak. Pola ini telah dilaksanaan pada
lokasi penelitian yaitu Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) Dataran Kalemba,
Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Permasalahannya adalah apakah progran
transmigrasi efektif, untuk dipakai sebagai program penanganan pengungsi
konflik Poso. Tujuan penelitian ini adalah: 1) untuk mengkaji profil pengungsi
korban konflik, 2) mengetahui pelaksanaan atau implementasi penanganan pengungsi
kerusuhan Poso dengan memakai program transmigrasi dan tingkat efektivitasnya
serta kesesuaian program, 3) memahami dan merumuskan program yang sesuai untuk
penanganan pengungsi korban kerusuhan. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode kualitatif dan menggunakan pola pikir induktif dengan
pendekatan fenomenologi. Pengumpulan datanya dilakukan dengan cara observasi,
wawancara, dan pengumpulan data skunder. Menganalisisnya dengan membangun suatu
gambaran yang kompleks dan menyeluruh (holistik), dibentuk dengan kata-kata
atau deskripsi dari unit-unit informasi yang didapat pada tahap empiris Hasil
penelitian menunjukkan bahwa program transmigrasi yang bisa dipakai sebagai
program penanganan pengungsi korban konflik Poso adalah transmigrasi umum
dengan kriteria yang khusus. Dimana kriteria kekhususan dari program ini adalah
dalam satu UPT mempunyai agama yang sama dan ditempatkan dilokasi yang penduduk
sekitarnya beragama yang sama, dan polanya disesuaikan dengan pekerjaan
pengungsi sebelumnya. Program transmigrasi ini juga cukup efektif sebagai
program penanganan pengungsi korban konflik Poso, karena para pengungsi korban
konflik Poso sebagian besar adalah petani yang sangat membutuhkan tempat
tinggal dan pekerjaan. Dalam program ini juga diberikan rumah, lahan pertanian
dan pembinaan dalam bidang usaha tani dan sosial budaya. Jadi dengan mengikuti
program transmigrasi ini, para pengungsi langsung segera bekerja dan
mendapatkan tempat tinggal yang menetap. Khusus untuk UPT. Dataran Kalemba, program
ini tidak efektif, karena banyak warga trans yang meninggalkan UPT. Hal ini
disebabkan permukimannya tidak memenuhi kriteria catur layak sesuai Kepmen
Nakertrans No. KEP.231/MEN/2002. Kata Kunci: Program Transmigrasi, Penanganan
Pengungsi
Sumber
didapat dari: