Tingkat Kepuasan Nasabah Bank Central Asia (BCA) cabang bintaro jakarta selatan Bab 2
30 Jun 2014
0
komentar
2. LANDASAN TEORI
2.1 Kepuasan Konsumen
Zeinthamal (2004)
merumuskan kepuasan konsumen sebagai “costumer’s evaluation of a product or
service in term of whether that product or service has met their needs and
expectation”. Dengan demikian kepuasan
konsumen merupakan perilaku yang terbentuk terhadap barang dan jasa sebagai
pembelian produk tersebut. Kepuasan
konsumen ini penting karena akan berdampak pada kelancaran bisnis atau
perusahaan.Pelanggan yang merasa puas akan jasa / produk yang digunakannya akan
kembali menggunakan jasa / produk yang ditawarkan. Hal ini akan membangun kesetiaan pelanggan.
Kepuasan konsumen sendiri diartikan sebagai suatu keadaan dimana
harapan konsumen terhadap suatu produk sesuai dengan kenyataan yang diterima
oleh konsumen tersebut tentang kemampuan produk / jasa tersebut. Jika produk / jasa tersebut jauh dibawah
harapan konsumen maka ia akan kecewa.
Sebaliknya jika produk tersebut memenuhi harapan kosumen maka ia akan
senang. Harapan-Harapan konsumen ini dapat diketahui dari pengalaman mereka
sendiri saat menggunakan produk / jasa tersebut, omongan-omongan orang lain dan
informasi iklan yang dijanjikan oleh perusahaan yang menghasilkan produk / jasa
tadi.
2.2 Kualitas Jasa
Sesuai definisi
kottler, jasa adalah sesuatu yang tidak berwujud dan dapat memenuhi kebutuhan
dan keingan konsumen (Kotler 2003 : 444). “Any act or permorfance that one
party can offer to another that is essentialy intangible and does not result in
the ownership of anything”.
Pembahasan
tentang kualitas jasa merupakan sesuatu yang kompleks karena penilaian kualitas
jasa berbeda dengan penilaian terhadap kualitas produk, terutama karena
sifatnya yang tidak nyata (intangible) dan pola produksi serta konsumsinya yang
berjalan secara simultan. Disamping perbedaan
karakteristik ini dalam penilaian kulitas jasa, Konsumen terlibat secara
langsung serta ikut didalam proses jasa tersebut, sehingga yang dimaksud dengan
kualtias jas adalah bagaimana tanggapan konsumen terhadap jasa yang dikonsumsi
atau yang dirasakan (Jasfar 20012:62)
2.3 Technology
Acceptance Model (TAM)
Dalam Davis (1989) dan Davis et al. (1989) disebutkan beberapa model yang dibangun
untuk menganalisis dan memahami
faktor-faktor
yang mempengaruhi diterimanya penggunaan teknologi komputer, di antaranya yang tercatat dalam berbagai literatur dan
referensi hasil riset dibidang teknologi informasi adalah seperti Theory of Reasoned Action (TRA), Theory of Planned Behaviour (TPB), dan Technology
Acceptance Model (TAM).
Model TAM sebenarnya diadopsi dari model TRA yaitu
teori tindakan yang beralasan dengan satu premis bahwa
reaksi dan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal, akan
menentukan sikap dan perilaku
orang tersebut. Reaksi dan persepsi pengguna Teknologi
Informasi (TI)
akan mempengaruhi sikapnya dalam penerimaan terhadap teknologi tersebut. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhinya adalah persepsi pengguna terhadap kemanfaatan dan kemudahan penggunaan TI
sebagai suatu tindakan yang beralasan dalam
konteks pengguna teknologi, sehingga alasan seseorang
dalam melihat manfaat dan
kemudahan penggunaan TI menjadikan tindakan/perilaku orang tersebut sebagai tolok ukur
dalam penerimaan sebuah teknologi. Model TAM yang dikembangkan dari teori psikologis,
menjelaskan perilaku
pengguna
komputer yaitu
berlandaskan pada kepercayaan (belief), sikap (attitude), keinginan
(intention), dan hubungan
perilaku pengguna (user behaviour
relationship). Tujuan model ini adalah untuk menjelaskan faktor-faktor utama dari perilaku pengguna
terhadap penerimaan pengguna teknologi. Secara lebih terinci menjelaskan tentang
penerimaan TI dengan dimensi-dimensi tertentu yang dapat mempengaruhi diterimanya TI oleh pengguna (user). Model ini menempatkan faktor
sikap dari tiap-tiap perilaku
pengguna
dengan dua variabel yaitu
:
1.
Kemudahan Penggunaan (ease of use)
2.
Kemanfaatan (usefulness)
Kedua variabel ini dapat menjelaskan aspek keperilakuan pengguna.
Kesimpulannya adalah model TAM dapat menjelaskan bahwa
persepsi pengguna
akan menentukan sikapnya dalam penggunaan TI. Model ini secara lebih jelas menggambarkan bahwa penerimaan
penggunaan TI dipengaruhi oleh kemanfaatan (usefulness) dan kemudahan penggunaan (ease
of use). Penelitian ini menggunakan 4 (empat) konstruk
dari model penelitian TAM yaitu:
Perceived
Ease Of Use, Perceived Usefulness, Attitude Toward
Using, dan Actual Usage.
2.4 Perceived Ease of Use
Dalam Davis (1989), perceived ease
of use sebuah teknologi didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana seseorang
percaya bahwa komputer dapat dengan mudah dipahami dan
digunakan. Definisi
tersebut juga didukung
oleh Wibowo (2006) yang menyatakan bahwa
persepsi tentang
kemudahan penggunaan sebuah
teknologi didefinisikan
sebagai suatu ukuran dimana seseorang percaya bahwa teknologi tersebut dapat dengan mudah dipahami dan digunakan. Davis et al. (1989),
Davis (1993) dan Shun Wang et al. (2003) mendefinisikan persepsi kemudahan penggunaan sebagai ukuran dimana pengguna di masa yang akan datang mengganggap suatu sistem adalah bebas hambatan. Davis (1989) menyebutkan indikator yang digunakan untuk mengukur perceived ease of use yaitu mudah dipelajari, fleksibel,
dapat mengontrol pekerjaan, serta
mudah digunakan. Menurut Rigopoulos dan Askounis
(2007), Gefen et al. (2003), serta Yahyapour (2008) perceived ease of use juga dapat diukur melalui indikator jelas
dan mudah dimengerti, serta mudah
dikuasai.
2.5 Perceived Usefulness
Perceived usefulness didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana
penggunaan suatu
teknologi dipercaya akan mendatangkan manfaat bagi orang yang menggunakannya (Davis,
1989 ; Davis, 1993). Disebutkan pula pada Davis et al. (1989) persepsi terhadap kemanfaatan sebagai kemampuan subjektif
pengguna di masa yang akan datang
di mana dengan
menggunakan sistem aplikasi yang spesifik akan meningkatkan kinerja dalam konteks organisasi.
Hal serupa juga diungkapkan Shun Wang et al. (2003) bahwa persepsi kemanfaatan merupakan definisi
dimana seseorang percaya
dengan
menggunakan
suatu
sistem dapat meningkatkan kinerja mereka. Davis (1989)
mengkonsepkan bahwa perceived usefulness diukur melalui indikator seperti meningkatkan kinerja pekerjaan, menjadikan pekerjaan lebih mudah serta secara keseluruhan
teknologi yang
digunakan
dirasakan bermanfaat. Dalam Gefen et al. (2003)
dan Yahyapour
(2008) ditambahkan bahwa perceived usefulness dapat diukur dengan indikator meningkatkan produktivitas,
menjadikan kerja
lebih efektif, dan pekerjaan menjadi
lebih
cepat.